BoGaRiA
Tuesday, May 02, 2006 Jalan-jalan ke Semarang

NASI AYAM

Nasi ayam amat populer di Semarang. Dijual dalam pincuk-pincuk yang isinya nasi gurih, suwiran daging ayam yang dimasak opor, telur ayam bacem, dan sambal goreng jipang. Selain dijual secara berkeliling, kita bisa juga menemukannya di tempat tertentu. Salah satunya,di depan Supermarket Matahari Simpang Lima. Ada sekitar 12 mbok-mbok penjual nasi ayam di sana.
Rata-rata mereka sudah lama berjualan nasi ayam. Surtini, misalnya, sudah 20 tahun berdagang nasi ayam. "Tetapi mangkal di sini, sih, baru 11 tahun," katanya. Di lokasi ini nasi ayam standar dengan menu di atas, dijual dengan harga Rp. 2000.
Tetapi kalau Anda mau lebih lengkap, tersedia juga lauk tambahan seperti opor ayam, ati ampela, sate telur puyuh bacem, sate usus ayam, dan sambalnya.
Begitu cintanya masyarakat Semarang dengan hidangan ini, sampai-sampai meski jumlah pedagangnya sudah banyak, toh, masih laris juga. Surtini, contohnya. Ia berjualan sejak pukul 06.00 hingga siang hari. Selama waktu itu ia menghabiskan 7 kilogram beras. Padahal tak sedikit jajanan lain serupa di kota Lumpia ini. Malam hari nasi ayam juga bisa ditemui di tempat yang sama. Jangan terkejut bila Anda melihat antrean yang cukup panjang plus ayam dan nasi berbakul-bakul. Karena jumlah sebanyak itu pun umumnya ludas tanpa sisa.


NASI LIWET
Sepintas sama saja dengan nasi liwet, toh, orang tetap menamakannya nasi liwet. Isinya pun sama persis dengan nasi ayam Cuma penyajiannya saja yang berbeda. Nasi ayam disajikan dalam pincuk, nasi liwet di atas piring yang diberi alas daun pisang dan ditambahkan kerupuk rambak.
Banyak sekali tenda-tenda nasi liwet lesehan di Semarang. Antara lain di Simpang Lima, di jl. Pahlawan. Hartini, penjual yang sudah mangkal di situ selama 20 tahun di situ melengkapi jualannya dengan ayam goreng, ayam bumbu, ati ampela goreng, usus sapi goreng, babat goreng serta koyor (urat sapi yang kenyal). Ia juga menjual nasi pecel.
Waktu "operasi" Hartini lumayan panjang. Ia sudah berangkat sejak menjelang sore dari rumahnya di daerah Pleburan, tak jauh dari lokasi. Tendanya mula dibuka sejak pukul 4 sore. "Hari biasa pukul 9 malam sudah habis, tetapi kalau malam Minggu bisa semalam suntuk," kata Hartini yang sehari bisa menghabiskan 20 kilogram beras itu.


MI KUPAT
Sesuai dengan namanya, sajian ini berisi ketupat dan mi. Tetapi akhir-akhir ini mulai berganti menjadi mi lontong. Karena sulitnya mencari daun janur. Dagangan ini biasa dijual berkeliling. Isinya lumayan sederhana. Cuma irisan ketupat, mi telur yang direbus bersama irisan sawi dan taoge lalu diberi air bawang putih, taburan seledri, bawang goreng, dan kerupuk gendar. Sebagai penyedap juga ditambahi kecap.
Mugi Suharto yang sudah 20 tahun berkeliling Semarang menjual mi kupat menjual makanan ini hanya seharga Rp 1.000. Makanya tak heran kalau sehari ia bisa menghabiskan 6 kilogram mi. Padahal dalam tiap mangkuk mi yang dibutuhkan pun cuma setumpuk kecil.

l
LUMPIA SEMARANG
Coba Anda keliling dalam kota Semarang. Di tiap pelosok pasti ada 1 atau 2 tukang lunpia (nama sebenarnya adalah lunpia, tetapi karena masyarakat sering menyebutnya lumpia, maka sebutan lumpialah yang populer kemudian). Tetapi lumpia yang paling laris adalah lumpia Mbak Lien yang terletak di Jl. Pemuda dan lumpia Gang Lombok di daerah pecinan.
Meski lumpia keduanya berbeda, ternyata keduanya masih memiliki hubungan keluarga. "Kami sama-sama keturunan Tjoa Thay You yang sudah berdagang lumpia sejak tahun 1920," kisah Iriani, pemilik warung lumpia Mbak Lien. Di balik hidangan ini, terselip cerita unik. Konon, kata Iriani, pemuda Tjoa saat pertama kali membuka kedai lumpianya mendapat saingan dari gadis Jawa, Wasi, yang juga berjualan lumpia. Yang satu lumpianya bergaya Cina, sementara lumpia buatan Wasi manis rasanya sesuai lidah Jawa. Bukannya malah saling bersaing dan bermusuhan, keduanya malah jatuh cinta dan meleburkan usaha mereka dalam lumpia baru yang punya cita rasa agak manis.
Di warung Iriani tersedia 3 macam lumpia, spesial, ayam, dan udang. Yang spesial berisi rebung, udang, telur, dan ayam. Anda bisa memesan lumpia basah maupun kering. Keduanya dalam ukuran yang relatif besar. Setiap hari Lien, nama panggilannya bisa menghabiskan 2 kuintal rebung. "Tapi rebung saya pilihan, lo. Saya cuma mau rebung dari bambu ampel dan bambu petung. Karena keduanya lembut dan enak," tutur Lien.
Masih ada lagi rahasianya yakni mengenali musim. Karakteristik rebung, jelas Lien berbeda saat musim kemarau dan musim hujan. Nah, ini mempengaruhi penambahan gula. "Ada rebung yang tidak berani gula, Ada juga yang malah tambah enak kalau dibubuhi gula," imbuhnya.
Kualitas bahan juga turut mempengaruhi kelezatan sebuah lumpia. "Makanya saya selalu memilih bahan nomor 1 walaupun harganya mahal," tegas Lien yang menjual lumpianya seharga Rp 2.300- Rp 2.900.

Lain lagi dengan lumpia Gang Lombok, milik paman Lien. Ia tidak mengutamakan rebung, tetapi udang dan telur. "Saya cuma menyempurnakan resep," kata Purnomo Usodo (60), sang pemilik. Lumpia tersebut dijualnya Rp 2.500. Sehari ia bisa menjual 500 buah lumpia. Selain mutu isi lumpia, Purnomo menyebut faktor kulit lumpia juga pegang peran penting. "Kulit lumpia harus kenyal dan tidak mudah sobek. Apalagi untuk lumpia basah yang bisa bertahan sampai 5 hari di dalam kulkas," jelas Purnomo.
Lumpia keluarga Tjoa ini bisa ditemukan di jl. Pandanaran, jl. Sultan Agung, Jl. Mataram, Jl. Pemuda, dan Gang Lombok. "Di luar itu, bukan keluarga kami," ujar Mbak Lien.


TAHU PONG
Sesuai namanya tahu ini kopong dan kosong di bagian tengahnya. Tahu ini disajikan dengan nasi hangat, petis yang sudah dicampur kecap, bawang putih, dan acar ketimun. Tetapi di kedai milik Miharto (57) di Jl. Gajah Mada Semarang disediakan juga bentuk lainnya seperti tahu pong gimbal, tahu pong telur, atau tahu pong gimbal telur. Gimbal adalah sejenis bakwan udang.
Untuk menjaga rasa tahu pong, Miharto tetap menggunakan tahu dari daerah Pragen, yang sejak dulu digunakan oleh ibunya. 鏑ebih halus dan mengembang jika digoreng," ujarnya.
Dalam satu hari ia bisa menghabiskan 100 tahu emplek (tahu ukuran 10 x 10 cm yang kemudian dipotong kecil saat akan digoreng). Untuk menambah semarak jualannya, Miharto yang sudah berjualan tahu pong selama 27 tahun ini juga menyediakan acar lobak. Acar ini tersaji dalam bentuk parutan tipis yang rasanya manis segar. "Pas sekali dimakan bersama tahu pong," ujar Sapto, karyawan swasta yang tengah makan siang di situ.


WINGKO BABAT
Wingko pasti bukan makanan asing buat Anda. Kue pipih putih yang rasanya kenyal ini biasanya dijual dalam amplop kertas bergambar kereta api. Nah, di Semarang kudapan ringan ini tersebar di mana-mana. Tetapi kalau Anda bertanya di mana sebaiknya membeli wingko, dengan serta-merta orang yang ditanya akan mengarahkan Anda ke Jl. Cendrawasih. Di sini memang ada sebuah toko yang sekaligus jadi pabrik pembuatan wingko. Pemiliknya adalah keluarga Sinata. "Ini usaha turun-temurun dari nenek saya, Loe Soe Liang sejak tahun 1958," tutur Ny. Sinata yang mengeluarkan wingkonya dengan merek Kereta Api D. Mulyono.
Selain di tokonya sendiri, wingkonya bisa ditemukan di toko-toko lain yang menjual oleh-oleh khas Semarang. Tetapi karena takut mengeras, Sinata tidak berani menjualnya di banyak toko. "Maklumlah kue ini cuma bertahan 5 hari," jelasnya.
Harga wingko per buah antara Rp 900 - Rp1.400, tergantung dari rasanya. "Yang rasa durian lebih mahal," kata Sinata yang juga mengeluarkan wingko rasa nangka pisang, dan cokelat. Harga ini sama di setiap toko. "Karena kami sudah memberi diskon pada toko."


TAHU GIMBAL
Tahu gimbal sebenarnya masih kerabat jauh tahu pong. Makanan ini terdiri dari irisan lontong, tahu biasa yang digoreng, irisan gimbal, kol, dan taoge. Kemudian disiram bumbu yang terdiri dari bawang putih, kacang tanah, cabe, petis, serta air gula. Terakhir diberi sepotong telur mata sapi yang diiris-iris, lalu disiram kecap.
Makanan ini dijual secara berkeliling dengan harga Rp. 3.000 per porsi. Tetapi ada juga beberapa pedagang yang mangkal di Simpang Lima. Winarsih (33), salah satunya. Ia sudah berjualan tahu gimbal 6 tahun di persimpangan Jl. Pandanaran dan Jl. Gajah Mada, di depan Masjid Raya Baiturrahman.
"Dulu sebelum krismon saya bisa menghabiskan 1 peti telur, tetapi sekarang ramainya cuma malam Minggu saja," kata Winarsih. Namun seperti jajanan lain di Semarang, tahu gimbal termasuk yang disukai masyarakat Semarang.
SOTO BANGKONG
Mendengar namanya banyak orang mengira soto ini terbuat dari daging kodok. "Bangkong memang artinya kodok," ujar H. Soleh Sukarno, pemilik Warung Soto Bangkong yang terletak tepat di samping Kantor Pos Bangkong, jl. MT Haryono. Konon nama ini muncul karena kawasan tersebut tadinya berupa sawah luas dan banyak kodoknya.
Sudah sejak tahun 1950 ia berjualan soto bangkong. "Tetapi dulu namanya belum soto bangkong," ujarnya. Nama Soto Bangkong mulai digunakan tahun 1960. "Soalnya orang yang mau membeli soto saya selalu menyebut soto bangkong, jadi, ya, saya gunakan saja," jelas pria yang tampak segar di usia 80 tahun ini.
Soto bangkong dihidangkan dalam mangkok berisi nasi, bihun, taoge, irisan telor rebus, bawang daun, dan daging ayam. Tentu dilengkapi kuah soto yang gurih. Sebagai temannya, Anda bisa menambahkan sate ayam, sate kerang, sate telur puyuh, tahu, tempe, serta perkedel kentang. Harganya cuma Rp. 2.500 semangkok.
Sehari pria asli Semarang ini membutuhkan 50 ekor ayam kampung. Ayam ini langsung dimasak oleh sang istri, Hj. Musinah (70). Soleh sendiri sehari-hari masih melayani pembeli. "Karena kata para pembeli, racikan saya lebih sedap," kata Soleh bangga.
Biasanya ia dan istrinya meracik soto seusai salat subuh. Waktu mereka buka sejak pukul 07.00 hingga pukul 13.00. "Setelah itu kami istirahat dan baru buka kembali pukul 15.00 hingga pukul 22.00," jelas Soleh.
Usaha soto bangkong ini kini menyebar di berbagai kota di Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung. "Anak sayalah yang mengembangkannya".

BANDENG DURI LUNAK DAN AYAM TULANG LUNAK




Inilah satu keajaiban olahan bandeng. Bandeng diproses dalam pressure cooker hingga durinya lunak dan bisa disantap. Tetapi ajaibnya daging ikan tetap utuh dan keras, tidak hancur. Salah satu bandeng duri lunak yang cukup top di Semarang adalah Bandeng Presto, milik Agus Pradekso (65), letaknya di Jl. Pandanaran.
Awalnya, menurut Agus, cuma karena kegemaran sang istri membuat pindang bandeng. Suatu ketika,Agus membelikan Hana, sang istri panci tekan bermerk Presto. Hana pun lalu mencoba membuat pindang dengan panci itu. Ajaibnya, bukan cuma dagingnya yang empuk, tetapi juga tulang-tulangnya.
Pindang ini lalu ditawarkan pada rekan-rekannya. Tak dinyana, banyak yang menyukainya. Agus pun memutuskan untuk membuatnya sebagai usaha di rumahnya Jl. Pandanaran no. 33. Semakin lama usahanya meningkat sehingga ia memutuskan pindah ke tempat yang lebih besar di jl. Pandanaran 67-69, tepat di persimpangan jl. Pandanaran dan jl. Kyai Saleh.
Selain bandeng duri lunak, tersedia juga bandeng isi (otak-otak bandeng), dan pepes bandeng. Semuanya tetap dilunakkan hingga durinya bisa disantap. Tiap jenis bandeng bisa bertahan sampai 2 hari dalam kemasan biasa dan 5 hari dalam kemasan kedap udara. "Tetapi yang dibungkus kedap udara harganya lebih mahal Rp 5.000," kata Agus yang menjual bandengnya seharga Rp 30 ribu per kilo ini.
Untuk meningkatkan kualitas rasa, sudah 5 tahun ini Agus menggunakan teknologi steam boiler. Panci ini bisa memuat 50 kilogram bandeng sekali produksi. "Hasilnya lebih empuk dan bersih," ujar Agus yang mampu menjual 50 kilogram bandeng per harinya.
Tak cuma bandeng duri lunak yang kini bertebaran di Jl. Pandanaran. Sekarang Ayam tulang lunak pun marak di situ. Harganya sekitar Rp 25 - Rp 30 ribu per ayamnya. Setelah di rebus dalam steam boiler, ayam dilumuri tepung dan digoreng. Tentu penemuan ini pun pantas dikagumi karena seperti bandeng juga, meski tulangnya lunak, daging ayam tetap utuh dan tidak hancur.

TEH POCI
Sudah tiga tahun terakhir ini di Simpang Lima digelar warung lesehan teh poci. "Dulu kan ngetren kafe, hingga kami tertarik mencoba lebih sederhana," ujar Wasto (37 th), yang sudah 2 tahun membuka lesehan teh poci.
Setiap pengunjung yang memesan teh mendapat 1 poci teh tubruk dan cangkir-cangkir tanah liat yang berisi gula batu. Selain menyediakan aneka gorengan dan mi rebus, tak jarang penjual nasi liwet bakul ikut bergabung di warung yang dibuka mulai pukul 17.00 hingga pukul 04.00 subuh ini. Banyak muda-mudi yang gemar lesehan di sini. Sambil menyantap hidangan ringan dan tentu saja sambil mengobrol seru.
Miftakh Faried/Foto-foto: Mi

Posted by imelda :: 3:02 AM :: 0 comments

Post / Read Comments

---------------oOo---------------