BoGaRiA
Wednesday, June 14, 2006 Jalan-jalan ke Pekalongan

NASI GUDEG

Cari gudeg di lapangan Mataram sangat mudah. Karena gudeg khas Yogya buatan Sapto Winarno ini dijajakan di dalam bagasi mobil sedan. "Sebenarnya saya guru setir mobil. Tapi karena makin tua, ya, coba
buka usaha lain," ujar Sapto.

Tentu saja nasi gudeg sudah dikemas. Isinya, gudeg, setengah telur, setengah tahu dan tempe, suwiran ayam, serta sambal goreng kerecek. Seporsi gudeg dijual Rp 4.500.

Mobil gudeg ini bisa ditemui sejak pukul 5.30 hingga pukul 10.00. Selama waktu itu 7 kilogram gudeg bisa terjual setiap hari. Saat hari libur, Sapto bisa menjual gudeg hingga 2 kali lipat hari biasa.

Berjualan di sana, menurut Sapto banyak untungnya. Selain materi, ada keuntungan lain yang didapatnya. "Badan jadi lebih bugar, karena sambil nunggu dagangan saya bisa olahraga," akunya dengan nada senang.

SUSU MURNI SAPI

Tidak cuma penjaja makanan yang ada di Lapangan Mataram, penjual susu pun ikut meramaikan. Gerobak susu sapi murni indah milik Usman sudah ada di sana sejak 5 tahun lalu. "Susunya dari daerah Yosorejo, Pekalongan," kata Usman.

Usman mengaku tertarik berjualan susu setelah perusahaan tempatnya bekerja bangkrut. Tanpa pikir panjang ia langsung memilih berjualan susu. Alasannya hasil yang didapat bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Selain susu murni, Anda juga bisa memilih susu yang dicampur dengan kopi, kopi ginseng, madu, dan telur. Campuran kopi dengan susu adalah jenis yang paling sering diminati pembeli.

"Tapi kalau yang laki-laki lebih suka STMJ," terang Usman menjelaskan susu yang dicampur dengan telur, madu, dan jahe ini.

Segelas susu sudah dapat diperoleh dengan membayar Rp 1.700. Tetapi untuk segelas STMJ, Anda harus membayar Rp 2.700.

ES COKELAT

Di depan gedung Bawasda Pekalongan, mangkal seorang penjual es cokelat.

Minuman terbuat dari santan ini dibubuhi cokelat bubuk. Itu sebabnya dinamakan es cokelat. "Saya menyediakan 3 jenis es," kata Bpk Kadri, si penjual.

Selama 25 tahun menu jualannya tak pernah berubah, es cokelat, es merah, dan es putih. Isinya hanya santan yang dicampur dengan cokelat, sirup merah, atau sirup putih sesuai namanya. Untuk es yang merah dan yang putih, ditambahkan potongan cincau hitam.

Sementara untuk es cokelat ditambahkan sepotong roti tawar yang disajikan terpisah. Makannya bisa dicelup ke dalam es atau dinikmati sendiri. Kesegaran es cokelat buatan Kadri, tidak hanya disukai anak-anak. Tidak sedikit orang tua yang datang untuk membeli minuman itu. "Makanya setiap hari pasti saya bikin 50 liter es cokelat dan 20 liter es putih," aku Kadri yang menjual esnya Rp 1.000 itu.

BAKSO BALUNGAN

Menjelang siang, makin banyak penjaja makanan yang bisa dicoba. Salah satunya, bakso balungan alias bakso tulang. Mendengar namanya, jangan mengira bakso dibuat dari tulang sapi, tetapi daging sapi. Kuahnya yang diberi beberapa potong tulang besar.

"Tulangnya bisa tulang igam, dapat juga tulang lainnya. Pokoknya yang ada dagingnya," aku Endang.

Sudah setahun ini Endang berdagang baso balungan di jalan Dr. Wahidin. "Yang buat Bu Yanti, bulik saya. Saya tugasnya jaga warung," tambahnya.

Seporsi bakso yang terdiri dari..dijual Rp 4 ribu. Kalau ditambah lontong, harus membayar Rp 500 untuk tiap lontong yang ditambahkan.

SOTO PPIP

Selain baso balungan, Anda patut mencoba soto PPIP. Letaknya masih di jalan DR. Wahidin, hanya seratus meter dari warung Bakso Balungan. Tepatnya, di depan gang 12, Pekalongan. Warung soto ini dikelola 2 orang kakak beradik, Soleha dan Bawon. Mereka berdua meneruskan usaha orang tua.

"Dulu Bapak yang jualan. Mula-mula keliling dengan pikulan sampai akhirnya mangkal di sini," terang Soleha.

Kebetulan lokasinya dekat gedung pertemuan PPIP, sehingga orang mengenal dengan sebutan soto PPIP. Soto yang ditawarkan adalah soto khas pekalongan yang kuahnya menggunakan taoco.

Untuk isi soto, digunakan daging kerbau dan soun. Itu masih ditambah dengan lontong, tempe, dan tahu sebagai tambahan.

"Kalau nggak suka daging, bisa diganti potongan tempe atau tahu," katanya.

Menurut pengakuan Soleha, ia memiliki banyak pelanggan fanatik. Seringkali mereka datang untuk sekadar bernostalgia bersama teman-teman. Biasanya saat makan siang tempat ini bisa dipastikan padat oleh pembeli. Sekitar pukul 15.00 seluruh dagangan sudah habis terbeli. Padahal warung baru dibuka pukul 09.00.

"Ya, sehari ngabisin 20 kilogram daging," aku Soleha yang menjual soto per mangkuk Rp 6 ribu itu.

LONTONG NGAPRAK

Lontong ngaprak adalah lontong disertai opor ayam. Dikatakan lontong ngaprak karena dulu pembeli harus duduk di atas tikar atau lesehan untuk menikmatinya. Tapi kini para penjual sudah mengganti dengan bangku panjang dari bambu supaya tidak becek saat hujan.

Para penjual lontong ngaprak bisa ditemui di alun-alun kota. Sejak pukul 15.00 mereka sudah sibuk menata dagangannya. Dari 7 pedagang, ibu Emah paling dikenal.

"Sudah 20 tahun saya jualan. Tempatnya juga di sini saja, nggak pernah pindah," kata Emah yang menjual seporsi lontong Rp 5 ribu.

Konon ayam yang empuk dan rasa gurih yang membuat para pelanggannya enggan meninggalkan lontong ngaprak Bu Emah. "Soalnya saya selalu memakai ayam kampung. Menggodognya pun lama. Paling nggak 3 jam," kata Emah yang setiap hari dibantu sang suami.

Pembeli juga bebas memilih potongan ayam. Pilihan mereka itu oleh Emah, akan dipotong-potong di atas lontong. Setelah itu disiram kuah opor yang diberi sambal goreng daun bawang.

"Sambal ini nggak pedas, cuma supaya tambah enak saja," ungkap wanita yang setiap hari mengolah opor dari 6 ekor ayam.

GARANG ASAM H. MASDUKI

Garang asam patut Anda coba karena masakan ini khas Pekalongan. Yang paling tersohor adalah garang asam H. Masduki. Warung ini buka sore hari, pukul 15.00 sampai pukul 03.00. "Dari dulu waktunya nggak berubah, tetap jualan sore sampai pagi," kata Masduki yang berjualan sejak tahun 1979.

Walau bukan penjual garang asam pertama di Pekalongan, toh, garang asamnya paling dikenal. "Kata pembeli garang asam saya rasanya segar," ujar Masduki tanpa kesan sombong.

Uniknya, garang asam dimasak bersama kluwek. Ke dalam kuah berwarna kecokelatan ini, ditambahkan beberapa potong otot kerbau. Hingga rasanya kenyal. Sebagai tambahan, Masduki menyediakan telur pindang. Rasa manis telur berpadu serasi dengan garang asam.

Untuk memenuhi selera pembeli yang datang, Masduki harus menyediakan 30 kilogram daging kerbau. Harga yang dipatok Rp 9 ribu sudah lengkap dengan nasi. "Pembeli nggak usah khawatir harga dinaikin. Soalnya saya sudah cantumin harganya di papan," ujarnya sambil menunjuk papan harga

PINDANG TETEL

Tidak cuma garang asam yang dibuat dari daging kerbau. Ada satu jenis masakan yang dibuat dari bahan yang sama. Namanya pindang tetel. Mau coba? Langsung saja ke jl. Sapugarut. Letaknya tidak jauh dari Puskesmas Sapugarut. Namanya Pindang Tetel 788. "Pakai angka biar beda sama penjual lainnya" ujar ibu Nuryati.

Ibu Nuryati, penjualnya menghargakan pindang tetelnya Rp 3 ribu. Bedanya dengan garang asem, pindang tetel tidak menggunakan belimbing wuluh. Isinya jeroan dan kulit kerbau.

Nuryati sudah berjualan selama 10 tahun. "Tapi saya sempat tutup 2 tahun lalu karena pindah ke Jakarta. Baru 1 tahun ini saya buka warung lagi," ujar wanita yang membuka warung kelontong di samping warungnya itu.

Penyajian pindang tetel selalu ditemani oleh sebungkus kerupuk usek. Kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka ini agak keras. Karena itu dicelupkan ke kuah dulu sebelum dimakan. Atau bisa juga diremas dengan tangan.

SATE KEBO

Bosan masakan berkuah, tidak ada salahnya Anda mencoba sate kebo."Biar pake daging kerbau, nggak keras, kok," jamin Indah, penjual sate kebo di Jl. Raya Ambokembang.

Wanita berkulit putih ini meneruskan usaha sang ayah, H. Wasduri. "Setelah Bapak meninggal, saya diminta meneruskan usaha ini," terang wanita berwajah cantik ini.

Indah berjualan sate sejak pukul 14.00 sampai pukul 20.00. Lima kilogram sate ditaruhnya dalam sebuah panci besar. Para pembeli bisa melihat jelas sate yang dagingnya berwarna kehitaman dengan bercak putih. Bercak putih itu tak lain dari bumbu penyedap si sate. "Bumbu itu nempel karena sate sebelumnya direbus 3 jam," jelas ibu beranak 2 ini.

Nah, sate yang sarat bumbu ini lantas dibakar agar lebih enak. Ketika disajikan, di atasnya diberi saus dari bumbu kacang yang pedas. "Wah, itu belum seberapa pedas, banyak yang minta ditambah sambal, lo," cetus Indah yang setiap malam berjualan bersama seorang kerabatnya itu.

Sayangnya kita tidak bisa menyantap sate di tempat karena Indah tidak menyediakan tempat duduk. Jadi, Anda harus membawanya pulang.


AYAM GORENG INGKUNG ISI

Satu lagi masakan yang patut dicoba di Pekalongan. Namanya ayam goreng ingkung isi Bu Ranti. Disebut ayam goreng ingkung isi karena begitu dipotong, Anda akan mendapati bumbu di perut ayam. Hingga makin ke dalam, ayam terasa lebih gurih. Masakan ini bisa Anda dapatkan di rumah makan Bu Ranti di Jl. K.H. M. Mansyur, Pekalongan.

Rumah makan ini tampak tidak terlalu ramai. Karena menurut pemilik warung, Bu Siti Aisyah Suparni, pembeli yang lebih suka memesan ketimbang makan di sana. "Makan di rumah, kan, kalau nggak habis bisa disimpan," imbuh Siti.

Ayam ingkung yang sudah ada sejak tahun 1932 itu tidak dijual per potong, melainkan per ekor. Ayam ini sudah dimasak bersama bumbu selama 1 jam. Meskipun sudah matang, sebelum dinikmati ayam harus digoreng.

Siti mengaku mencampur bumbu ayam dengan ceremai sehingga rasanya lebih unik. Selain itu ia hanya bersedia menggunakan ayam betina yang sudah bertelur. "Daging ayam betina tetap putih ketika dimasak. Sementara ayam jantan jadi cokelatan setelah dimasak," katanya memberi alasan.

Makanya jumlah yang dimasak sangat tergantung dari pasokan. "Kalau dikirimi 15 ekor per hari, ya, bikin 15. Tapi kalau nggak ada, ya, nggak bikin," papar wanita yang menjual per ekor ayam ingkung Rp 42.500 ini.

Dicopy paste dari www.sedap-sekejap.com oleh Sujiwo.

Posted by imelda :: 9:19 AM :: 1 comments

Post / Read Comments

---------------oOo---------------

Jalan-jalan ke Purworejo

Spesial Ayam Kampung 99

Ingin mencoba yang lain? Mampir saja ke warung tenda Spesial Ayam Kampung 99. Rica-rica entog-nya patut dicoba. Rasanya pedas, tidak jauh beda dengan masakan manado, hanya menggunakan entog sebagai dagingnya.

"Rica-rica ini hasil coba-coba istri saya, Kasturi," aku Wildan sambil menunjuk istrinya.

Penggemarnya cukup banyak karena Kasturi berhasil memasak daging entog dengan empuk. "Daging entognya saya rebus dulu 3 jam untuk 4 ekor entog," jelas Wildan.

Setelah empuk, daging entog ditumis dengan cabai. Terkadang masih ditambah kuah supaya tidak terlalu kering. Untuk seporsi rica-rica entog Anda harus membayar Rp 5 ribu tanpa nasi. Masih lebih murah ketimbang ayam, bebek, dan burung dara.

Kalau Anda tidak suka pedas, pesan saja ayam atau bebek goreng. Keduanya nikmat disantap bersama nasi hangat berikut lalapan dan sambal.




Lesehan Spesial Sop Kaki Kambing

Bagi Anda penggemar masakan dari daging kambing, pasti terpuaskan di sini. Pemiliknya, Sumaidi membuka warungnya di dekat pohon besar di pinggir alun-alun Purworejo. Ia belajar membuat sop kambing pada seorang pedagang di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Layaknya sop kaki made in Tanah Abang, sop Sumaidi dimasak dengan santan. Padahal kalau di Purworejo, sop selalu dibuat tanpa santan. "Makanya waktu pertama kali jualan, saya sering diprotes pembeli. Tapi saya tetap tidak merubahnya. Wong, ini masakan betawi, kok," papar pria yang telah berjualan selama 7 tahun ini.

Melengkapi sop kaki kambing yang dijualnya, Sumaidi menyediakan sop tulang sumsum dan tongseng. Sop tulang sumsumnya bukan saja lezat, tetapi mengasyikkan saat memakannya. Karena kita harus berusaha keras waktu menyedot sumsum didalam tulang.

"Buat sop ini saya juga pakai tulang kaki kambing. Kalau sapi, peminatnya kurang," aku pria yang setiap hari bisa mengantongi keuntungan Rp 500 ribu ini.

Seporsi sop kambing dijual Rp 5 ribu. Tetapi untuk sop dagingnya lebih murah. Hanya Rp 2 ribu. Isinya 3 potong daging ukuran sedang. Mau yang lebih, Anda bisa memesan campuran keduanya, daging dan kaki dengan harga Rp 9 ribu.



Ayam Panggang Mbak Purwanti

Warung tenda milik Mbak Purwanti letaknya di dekat bank BRI, di jl. Dewi Sartika Khusus menyediakan ayam panggang tanpa menu tambahan. Walaupun begitu pembelinya tidak pernah sepi.

Ayam panggang buatan mbak Purwanti terkenal renyah, besar ukurannya, dan bumbunya benar-benar meresap. "Membuatnya, ayam direbus dulu lalu dibakar di atas kayu bakar. Kipasnya juga hanya boleh kipas bambu. Jadi abunya tidak beterbangan ke atas ayam," katanya.

Selain itu, kata mantan penyanyi dangdut ini, ayamnya pun harus yang muda. "Sampai sekarang saya memilih ayam sendiri dari pedagang yang mengantar ke rumah,"akunya.

Kini Purwanti memiliki 3 buah warung tenda, 2 di daerah Purworejo dan 1 di Kutoarjo. Untuk memenuhi kebutuhan ayam panggang, setiap hari Purwanti harus memotong 70 ekor ayam.

Ayam tersebut lantas dipotong menjadi 4 bagian dan dijual dengan harga berbeda-beda. Paling mahal bagian dada, Rp 8.500 sampai Rp 9 ribu. Yang termurah adalah paha bawah dan kepala, Rp 3 ribu sampai Rp 3.500. "Harganya berbeda sesuai dengan besarnya potongan ayam.


Soto Pak Rus

Bosan dengan masakan yang dijajakan di alun-alun, Anda bisa pergi ke Stasiun Purworejo. Di sana ada warung soto daging yang ramai didatangi pembeli. Rasanya sangat khas Purworejo. Tetapi porsinya tidak besar.

Kunci kelezatan soto ini, terletak pada kuahnya yang bening, namun sarat bumbu. Makanya tak heran, begitu warung buka, pelanggannya langsung menyerbu. Sapto, si penjual hampir tak pernah berhenti meracik soto.

Seporsi soto Rp 4 ribu, lengkap dengan nasi. Tapi kalau maunya sotonya saja cukup membayar Rp 3 ribu . Untuk memenuhi semua pesanan setiap hari, ia bisa menghabiskan 5 kilogram daging sapi dan 10 kilogram beras.


Geblek

Selain masakan, Anda bisa menikmati makanan kecil khas kota Purworejo. Geblek, salah satunya. Makanan kecil ini dibuat dari sagu yang dicampur dengan santan. Warnanya putih, bentuknya bermacam-macam. Umumnya berbentuk lingkaran.

Penjual geblek mudah ditemui di pinggir jalan di sore hari. Biasanya mereka menawarkan geblek yang baru saja digoreng. Salah satu penjual geblek yang banyak diminati warga adalah Pak Rasa. Setiap hari ia berjualan geblek di dekat toko elektronik di depan pasar Baledono. Pukul 16.00 ia sudah menyiapkan dagangan bersama istrinya, Suryati.

"Geblek ini saya buat sendiri, tidak beli di pasar. Jadi bisa lebih besar," ujar Rasa yang berjualan sejak 4 tahun lalu.
Untuk membuat geblek yang enak, Rasa mengaku sangat menjaga kualitas bahan yang dipakai. Sagu yang dipakainya hanya dari kualitas terbaik tanpa campuran bahan lain. "Selain itu, cara mengolahnya juga harus benar, kalau tidak gebleknya nggak enak," terang pria berkulit putih ini.

Baik buruknya mutu geblek, juga bisa ketahuan ketika digoreng. Geblek yang bagus ketika digoreng, tidak akan meletus, atau minyak bercipratan. Bentuknya pun tetap mulus. hanya lebih halus.

Sebenarnya geblek bisa disantap begitu saja, tanpa saus atau bumbu. Tapi paling enak geblek dimakan dengan sambal kacang atau sambal pecel. "Paling enak lagi geblek dimakan dengan pecel. Wah, sedap sekali," ungkap Rasa yang membutuhkan 6 kilogram sagu setiap harinya

Biasanya geblek dijual per buah, harganya Rp 200 untuk geblek matang atau mentah. Nah, geblek mentah ini pun cocok dijadikan oleh-oleh karena tahan sampai 3 hari. "Kalau untuk oleh-oleh, geblek saya kemas khusus dengan besek beralas daun. Harus tertutup rapat agar tidak rusak," pesan Rasa.


Kue Lompong

Kalau dibuka dari bungkusnya, sekilas seperti bugis. Kue ini memang dibuat tepung ketan dan lompong atau talas. Rasanya manis dan warnanya hitam. Di tengahnya ada unti yang dibuat dari kelapa sangrai.

Berbeda dengan geblek yang bisa dibuat oleh siapa saja, kue lompong hanya dibuat oleh beberapa orang. Salah satunya adalah Ibu Ruth Ekayanti. Ia adalah generasi ketiga pembuat kue lompong di Purworejo.

"Pembuat pertamanya nenek saya, kemudian diturunkan ke ibu dan saya," aku Ruth yang setiap hari membutuhkan 10 kilogram tepung ketan itu.

Untuk membuat kue lompong, tidak mudah. Tepung ketan harus benar-benar bagus. Lompongnya sendiri harus dari talas pilihan. "Yang dipakai pun hanya bagian tengahnya saja. Lalu diiris tipis dan dijemur hingga kering betul," aku ibu 3 anak ini.

Setelah kering, barulah lompong ditumbuk menjadi tepung dan dicampur dengan tepung beras dan gula. Adonan lantas dibentuk lingkaran dan diberi isi. Baru dibungkus daun pisang kering. Kue kemudian dikukus sampai matang.

Kue lompong bisa bertahan sampai 10 hari. Makin hari akan makin keras, tetapi dapat dilunakkan kembali dengan cara dikukus. Harga satu kue lampong Rp 750.

Dawet Jembatan Butuh

Es khas Purworejo ini sebetulnya tak beda dengan es cendol biasa. Dinamakan es dawet butuh karena awalnya dijual di Desa Butuh. Bedanya dengan es cendol biasa, warnanya hitam karena dibuat dari campuran tepung kanji dan air abu merang. Seperti cendol biasa, dawet ini juga disantap bersama sirup gula merah, larutan santan, dan es serut.

Anda dapat menemukan es ini di Jl. Raya Purworejo, dekat jembatan Butuh. Setiap hari Nawon, si penjual, menjual 4 gentong dawet. Setiap gentong bisa menjadi 250 buah mangkuk kecil. Harga semangkuk dawet hanya Rp 750.


di copy paste dari www.sedap-sekejap.com

Posted by imelda :: 9:14 AM :: 2 comments

Post / Read Comments

---------------oOo---------------