BoGaRiA
Tuesday, May 02, 2006 Jalan-jalan ke wonosobo

KUE MANGKOK GUDANG MALANG

Kalau Anda termasuk penggemar kue tradisional, segera langkahkan kaki Anda ke daerah Gudang Malang. Di sana ada pembuat kue mangkok kondang. Tak usah heran, usaha ini sudah dimulai sejak tahun 1940. Kini usaha pembuatan kue mangkok dipegang langsung oleh Ny. Winarni yang meneruskan usaha ini dari sang ibu.

Awalnya Winarni yang sebelumnya berjualan di daerah Kretek ini, membuat kue mangkok hanya berdasarkan pesanan. Para pemesannya pun kebanyakan dari daerah Gudang Malang. Lama-kelamaan terpikir oleh Winarni, lebih baik kalau ia membuat secara rutin dan memberi merek pada dagangannya. Maka diciptakanlah sebuah merek, "Kue Mangkok Gudang Malang" yang kemudian menjadi terkenal di Wonosobo.

Kue mangkok buatan Winarni ada 2 macam, kue mangkok cangkir, dibuat di dalam mangkok dan dikukus beserta mangkoknya. Adonannya dibuat dari santan sehingga rasanya cukup gurih. Satunya lagi adalah kue mangkok daun. Adonan dimasukkan dalam takir daun berbentuk mangkok. Nah, jenis yang ini sama sekali tidak diberi santan. Tak cuma adonan atau wadah yang membedakan jenis kue mangkok yang dijual di situ. Ukurannya pun ada 2 macam, besar dan kecil.

Sekali membuat, Winarni mengaku bisa menghabiskan sekitar 20 kilogram tepung beras. Dari sejumlah tepung itu bisa dihasilkan 600 buah kue. Proses pembuatan kue mangkoknya dimulai sejak pukul 2 dini hari sampai pukul 10.00. Jadi, Anda sudah bisa membeli bersama para pelanggannya yang lain mulai pukul 11 siang.

Kue mangkok cangkir dijual hanya Rp 350 sedang kue mangkok dalam takir dijual Rp 400. Itu harga kue mangkok ukuran kecil. Untuk ukuran besar dijual Rp 650.

Selain membuat kue tradisional, Winarni juga membuat abon sapi yang juga diberi merek Gudang Malang. "Dan memang sebenarnya yang lebih dulu dikenal orang adalah abon Gudang Malang. Namun karena naiknya harga bahan pokok dan menurunnya daya beli orang sekitar, saya bikinnya cuma kalau ada pesanan," jelas Winarni.

Kini ada beberapa toko yang masih rutin berlangganan abon malang buatan Winarni. Pelanggannya bukan cuma dari Wonosobo, tetapi juga dari Malang, Surabaya, dan Yogya. Bahkan ia pernah juga melayani pembeli dari Jakarta.

Abon buatan Winarni bisa bertahan hingga 1 1/2bulan. Sekali membuat ia menghabiskan 60 kilogram sampai 1 kwintal daging sapi. Untuk itu Winarni dibantu oleh 4 orang karyawan. Abon buatannya itu dijual seharga Rp 90 ribu per kilonya.


MI ONGKLOK PAK MUHADI

Rasanya hampir tiap daerah di Indonesia terdapat pedagang mi. Nah, di Wonosobo mi yang terkenal adalah mi ongklok. Aslinya bernama lomi, tetapi karena pembuatannya diongklok-ongklok, belakangan dikenal sebagai mi ongklok. Mi ongklok pertama kali dipopulerkan oleh Bpk. Muhadi.

Semula Muhadi berjualan dengan menggunakan gerobak dorong dan hanya berkeliling di sekitar Jl. Achmad Yani. Baru sekitar tahun 1970 Muhadi membuka kios yang juga bertempat di Jl. Achmad Yani. Dengan dibantu anaknya, Muji, usaha mi ongklok maju pesat dan semakin banyak pelanggannya. "Pelanggan saya bukan cuma dari Wonosobo, lo, tetapi juga dari luar wonosobo," kata Muji bangga.
Mi ongklok santapan yang lezat dan hangat. Mi dicampur dengan kol dan irisan kucai lalu disiram kuah dari kaldu ayam. Kaldu kental (dicampur larutan kanji) ini mengepul panas, mengundang selera. Entah mengapa mi ongklok dijual bersama 10 tusuk sate sapi ber- bumbu kacang. Harga mi ongklok berikut sate sapi Rp 5.500. Tetapi tentu saja Anda boleh-boleh saja bila cuma ingin menyantap semangkuk mi tanpa sate. Nah, untuk semangkuk mi itu Anda cukup membayar Rp 1.000. "Mau satenya saja juga boleh. Harganya Rp 4.500," ungkap Muji.

Mi Ongklok Pak Muhadi bisa dinikmati setiap hari mulai pukul 12 siang hingga pukul 7 malam, tetapi lebih baik kalau Anda berusaha datang lebih awal sebab kadang, "Pukul setengah enam sudah habis," kata Muji.

Dalam sehari kios ini bisa menjual 350 sampai 400 porsi mi dan sate, bahkan di hari libur bisa terjual 500 porsi. Muji juga menerima pesanan untuk acara pernikahan. "Kebanyakan, sih, dari luar Wonosobo. Misalnya, dari Semarang, Magelang, dan Banjarnegara.


KIOS DENDENG TIVI
Cari oleh-oleh untuk dibawa pulang? Langkahkan kaki Anda ke Kios Dendeng Tivi yang ada di jalan Bismo 21, Desa Sumberan. Kios ini sudah 10 tahun berdiri. Sang pemilik, Ny. Yuanita, bukan cuma menjual, tetapi juga membuat beberapa penganan yang digelar di situ. Salah satunya adalah dendeng dan lidah sapi.

Awalnya dendeng buatan Yuanita dikenal dengan nama dendeng gebuk. Kemasannya pun di dalam kaleng. Tetapi lama-lama Yuanita merasa, akan lebih praktis dan tahan lama jika dendeng dibungkus dalam kantung plastik.

Yuanita menyediakan 3 jenis dendeng yakni, dendeng rasa asin, manis, dan pedas. Kebanyakan ia memasarkan dendengnya di luar wonosobo, sampai ke Semarang,Purwokerto, bahkan sampai ke Bandung. Dalam sehari ia menghabiskan 30 kilogram daging sapi untuk dibuat dendeng dan 5 kilogram lidah sapi.



Untuk daging Yuanita memesan khusus pada penyalur yang di- datangkan khusus dari Wonosobo sendiri dan Boyolali. Yuanita tak sungkan- sungkan berkonsultasi dengan dinas peternakan setempat untuk beroleh daging berkualitas.

Selain dendeng dan lidah sapi Yuanita juga menjual abon sapi dan abon ayam gareng dan panggang. Di kiosnya juga dijual jajanan buatan para anggota IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia)di wonosobo. Anda dapat menemukan kue-kue ringan seperti grubi, sale pisang, kripik tempe, opak, ketan, dodol, dan jipang.

KACANG DIENG, KERIPIK JAMUR & CARICA
Apalagi khas Wonosobo yang sering ditenteng orang sebagai oleh-oleh? Jawabnya adalah, kacang dieng dan keripik jamur. Kacang dieng tak lain dari kacang koro yang digoreng. Rasanya renyah, gurih, dan selalu bikin kita tidak berhenti mengunyahnya.

Keripik jamur juga cukup unik bagi para pendatang, terutama mereka yang tinggal jauh dari Wonosobo. Jamur merang kering yang digoreng dengan tepung ini pun rasanya asin-asin gurih. Makin baru dibuat, makin renyah rasanya.

Kedua oleh-oleh yang terkenal bermerek Cendawa Mas. Pembuatnya adalah Ny. Kodhijah. "Saya sudah mulai membuka usaha ini sejak tahun 1980," kisahnya.

Bersama tujuh orang karyawannya Khodijah biasa menggoreng 2 kwintal kacang dieng dalam sehari dan 6 kwintal jamur. Selain kacang dan jamur, Khodijah juga membuat manisan carica atau manisan pepaya. Manisan carica juga sama larisnya dengan kacang dan jamur. Makanya setiap hari ia harus bisa mengolah 25 kilogram carica untuk dijadikan manisan.

Untuk kacang dieng Khodijah menjual dengan harga Rp 17.000 tiap kilogramnya. sedang keripik jamur Rp 18.000 tiap kilogram. Sementara harga manisan carica adalah Rp 4.500 per botolnya. Semua penganan khas buatannya juga tidak hanya dipasarkan di Wonosobo, juga ke Semarang, Solo, Yogya, dan Jakarta. Untuk memberi servis lebih Khodijah memberi harga khusus kepada para pembelinya yang memesan dalam jumlah besar. sdp @ teks & foto: Rynod S.

Di copy dari www.sedap-sekejap com oleh Sujiwo

Posted by imelda :: 3:22 PM :: 0 comments

Post / Read Comments

---------------oOo---------------