BoGaRiA
Tuesday, May 02, 2006
Jalan-jalan ke Jogjakarta
GUDEG
Begitu sampai di Yogya, pasti gudeg-lah yang kita cari pertama kali. Betul di Jakarta atau kota lainnya, makanan ini bertebaran di mana-mana, tetapi belum sreg rasanya kalau tidak mencicipi gudeg asli Yogya.
Banyak kedai atau restoran yang menggelar gudeg. Bahkan hotel-hotel berbintang di Yogya pun menyuguhkan gudeg. Namun salah satu gudeg yang kini dicari orang adalah Gudeg Ibu Wito atau Yu Narni. Tempatnya di Jl. Kebon Ndalem, sekitar 100 meter dari jalan besar.
Narni mewarisi usahanya dari sang ibu, Ibu Wito, sejak tahun 1976. Usia kedai gudegnya lumayan tua, sejak tahun 1959. "Ibu saya mulainya di dalam Kebon Ndalem sini, tapi makin lama makin maju usahanya, sekarang bisa berada di depan gang Kebon Ndalem. Sempat juga di pinggir Jl. Mangkubumi, tapi sering kali saat ada tamu agung yang lewat jalan tersebut, kami yang berjualan harus masuk ke dalam gang. Ngumpet. Lama kelamaan, daripada bersusah payah, kami berjualan di dalam Jl. Kebon Ndalem sampai saat ini," jelasnya.
Warung gudeg Mbak Narni yang berukuran 2 X 10 meter ini tiap pagi selalu dijejali pembeli sejak pukul 6 pagi sampai 9 malam. Pembelinya pun beragam. Karena itu harganya pun tidak sama. "Dua ratus rupiah boleh. Apalagi ratusan ribu," canda Narni.
Di hari biasa, Mbak Narni bisa meneyediakan ayam opor sampai 20 ekor. Tapi hitungan tersebut bisa berlipat lima saat memasuki musim liburan atau Lebaran. "Untuk nangka mudanya saja saat ramai saya bisa menghabiskan 1 1/2 kwintal, kok," terangnya.
Banyak pejabat dan selebritis yang pernah mampir ke warung Mbak Narni. Mereka pernah mencoba sajian lengkap gudeg buatan Mbak Narni yang dilengkapi dengan telur, ayam opor, tahu dan tempe bacem, serta areh (saus dari santan kelapa, Red) dan sambel goreng krecek. Uniknya gudeg Mbak Narni adalah manis dan kering, tidak berair.
"Gudegnya dimasak dengan api dari kayu bakar. Ini yang tetap saya pertahankan sampai sekarang walaupun harus berkorban rumah saya jadi kotor terkena jelaga," tuturnya. Karena kering, gudeg buatannya bisa tahan sehari. Padahal dijamin tanpa bahan pengawet hingga bisa dibawa untuk oleh-oleh yang dikemasnya dalam kendil (wadah dari tanah liat, Red.).
Mau gudeg yang lain? Mampirlah ke wilayah Wijilan. Di sana Anda bisa sarapan gudeg. Tetapi jangan lewat dari pukul 10 pagi, Anda bakal gigit jari karena kehabisan.
Gudeg Juminten juga termasuk kedai gudeg yang berusia tua dan terkenal. Letaknya di Asem Gede, belakang Pasar Kranggan. Gudeg Juminten cocok untuk dibawa bepergian karena dikemas dalam kendil. Agar tidak basi, saus areh dan sambalnya dikemas tersendiri. Gudegnya sendiri tidak terlalu kering, dan di atas gudeg diberi potongan ayam goreng yang digoreng a la ayam Mbok Berek. Untuk satu gudeg kendil kecil dan setengah ayam goreng harganya Rp. 25.000, dan Rp. 35.000 untuk gudeg kendil besar.
BAKMOY
Nasi bakmoy bisa jadi sarapan jadi sarapan lezat saat Anda berada di Yogya. Hidangan ini terdiri dari nasi putih yang diberi potongan ayam, daging sapi, tahu dan udang yang dimasak dengan bawang dan kecap. Lalu disiram dengan kaldu daging. Di bagian atas, ditaburi bawang goreng dan seledri cincang. Harga semangkuk bakmoy berkisar Rp. 3000.
Untuk memperoleh semangkok bakmoy nan hangat dan lezat tersebut, kita bisa menuju ke Jl. Asem Gede 17, tepat di seberang penjual gudeg Ibu Juminten. Nama warungnya adalah Bakmoy Oentoeng. Pengelolanya adalah Sena Subrata, putra Pak Oentoeng.
"Ayah saya dulu menjadi penjaja bakmoy keliling. Ya, sekitar tahun 1950.Baru setelah tahun 1976, Ayah memiliki tempat berjualan menetap," ujar Sena yang dibantu oleh 3 pegawai dalam menjalankan usahanya.
Setiap harinya, Sena membutuhkan 2 1/2 kilogram ayam kampung dan 5 kilogramb eras. "Pelanggannya kebanyakan pelanggan lama. Baik yang tinggal di Yogya atau perantau," jelas Sena yang masih melayani sendiri pembelinya.
SATE MANIS
Kalau pergi ke Pasar Bringharjo di Yogya, jangan lupa mampir untuk mencicipi sate manis. Disebut sate manis karena rasanya manis. Daging sapi yang dipergunakan adalah daging sapi bagian sandung lamur yang banyak memiliki lemak.
Untuk bisa menikmati sate manis ini, kita hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp. 3500 sampai Rp. 6000 per 10 tusuk. Sambil makan sate yang dipincuk, Anda bisa jalan-jalan di pasar yang menjual banyak batik ini.
ANEKA SATE
Di Yogya selain ada sate manis, ada pula sate kambing maupun sate ayam. Ini memang bukan sate khas Yogya, tapi bagi orang-orang Yogya, sate ayam Podomoro di Jl. Mayor Suryotomo, termasuk favorit. Di kedai sate Podomoro, kita bisa memilih sate daging ayam biasa, jerohan ayam, kulit, atau telur muda. Menyantapnya bersama perasan air jeruk, bawang merah mentah atau potongan cabai rawit yang bisa diambil bebas.
Warung Sate Pak Amat terbuka bagi Anda yang gemar sate kambing. Warung ini buka dari pukul 12 siang sampai menjelang tengah malam. Sate kambing yang dijual di sana bukan saja daging atau bagian hati saja. Tersedia juga sate jeroan sampai pada bagian torpedo dan ginjal. Selain sate, di sini Anda bisa menikmati tongseng atau gulai.
GADO-GADO
Mau gado-gado Yogya yang orisinal? Pergilah ke Gado-Gado Ibu Hadi, Lantai 2 Pasar Bringharjo. Kalau gado-gado Jakarta yang sudah kita kenal itu diulek langsung, maka gado-gado Yogya, saus kacangnya sudah diolah dengan bumbu-bumbu. Rasanya segar karena terdapat rasa manis dan asam.
Isinya juga agak sedikit berbeda, antara lain kol dan mentimun mentah lalu diberi irisan tahu dan kentang rebus. Tidak lupa ditambahkan irisan daun selada.
BAKMI JAWA
Rasanya belum ke Yogya kalau belum mampir ke warung bakmi Jawa. Salah satu yang patut kita kunjungi adalah Bakmi Pak Mundiyo. Lokasinya di Jl. Ibu Ruswo. Selain bakminya yang enak, kita juga disuguhi suasana warung makan tahun '40-an. "Saya sengaja mempertahankan nuansanya karena kebanyakan orang yang berkunjung ke sini untuk bernostalgia," jelas Pak Rejino, pemilik sekaligus pengelola Bakmi Mundiyo.
Selain bakmi godog (rebus, Red.) yang menjadi favorit, adalah pak lay. Hidangan ini semacam capcay, tetapi isinya lebih lengkap. Dari jeroan ayam, irisan daging ayam, dan udang. "Menu seperti ini langka, lo, di Jakarta," jelas seorang pelanggan Bakmi Mundiyo dari Jakarta kepada Sedap Sekejap.
Selain bakmi goreng, kita juga bisa memesan bakmi kuah atau bakmi yang dimasak nyemek (agak basah). Semua dimasak di atas arang hingga rasanya khas dan bikin ngangeni.
Di wijlayah Gondomanan, ada lagi bakmi yang juga lezat. Namanya bakmi Pak Rebo. Lokasi tepatnya di Jl. Brigjend. Katamso, sebelah selatan Purawisata. Cara memasaknya juga di atas arang. "Bakmi kami khas, lo, karena kaldunya dari ayam kampung yang ditambah udang," kata sang pemilik.
PENGANAN TRADISIONAL TRUBUS
Kalau jalan-jalan sekitar Yogya, Anda akan sering kali bertemu ibu-ibu setengah baya menggendong wadah dari bambu dicat krem muda dengan tulisan Trubus berwarna merah. Mbok penggendong tenong ini menjajakan berbagai jajan pasar yang nikmat untuk dikudap.
Jajanan yang disediakan biasanya berupa kue mangkok, kue pepe, bakwan udang, dan macam-macam makanan basah lainnya hingga bakmi atau bihun goreng. Tapi di hari-hari tertentu, penjual tenongan Trubus tersebut membawa makanan-makanan yang berbeda. Rabu, misalnya, ia membawa semar mendhem, Sabtu menjual selat atau lumpia. Soal rasa? Jelas enak! Soalnya penjual tenongan Trubus tadi mengambil makanannya dari Toko Trubus yang pusatnya di Jl. Poncowinatan, dekat Pasar Kranggan.
ANEKA SOTO
Soto bukan makanan khas Yogya, tapi sungguh tidak sulit menjumpai warung soto. Salah satunya adalah soto Pak Sholeh di wilayah Tegalrejo. Soto disajikan bersama nasi putih yang disiram dengan kuah dan irisan daging sapi. Pelengkapnya, baceman daging sapi. Harganya semangkoknya hanya Rp. 2000, dan bacemannya seharga Rp. 2000 per potong.
Ada lagi soto ayam yang membuat kita harus mampir dan bikin ketagihan. Letaknya cukup jauh dari pusat kota. Kita harus menuju ke arah Jl. Raya Godean KM 3. Letaknya di Jl. Ngesti Harjo. Nama ngetopnya adalah Soto Sawah karena letaknya di tengah persawahan.
Ada lagi kedai soto yang bisa dinikmati malam hari. Meski kedainya di parkiran belakang Stasiun Tugu cukup sederhana, toh, pelanggannya cukup banyak.
AYAM GORENG MBOK BEREK
Siapa yang tidak mengenal Ayam Mbok Berek? Ayam nan gurih dan nikmat ini aslinya memang dari Yogyakarta. Tepatnya di wilayah Kalasan, desa Candisari. Kalau kita berkunjung ke Kalasan, ada dua buah restoran yang menjual ayam goreng ini. Yang satu milik sang ibu, satunya milik Ny. Noor, putri Mbok Berek.
GEPLAK
Geplak boleh jadi merupakan oleh-oleh yang paling sering dibawa pengunjung. Dibuat dari parutan kelapa, gula, perasa, dan warna. Daerah pembuat geplak adalah Bantul. Konon Ny. Pawirodinomo yang pertama kali memperkenalkan geplak sejak tahun 1912. Sampai saat ini ia masih tinggal di kota Bantul, sekitar 15 kilometer dari Yogyakarta. Tokonya di Jl. Jend Sudirman No. 192 dikelola oleh putrinya, Ny. Suharti.
Geplak yang lain bisa Anda temukan di Jl. Wahid Hasyim, Bantul. Namanya Geplak Yu Tumpuk. Pemiliknya adalah Bpk. Ciptodiharjo yang meneruskan usaha Yu Tumpuk, sang istri yang kini sudah almarhum.
Geplak Yu Tumpuk sangat terkenal karena ia menyediakan rasa gula jawa. Beda dengan penjual geplak lainnya, Geplak Yu Tumpuk tetap mempergunakan besek (kotak dari anyaman bambu, Red.) untuk kemasannya. Tiap kilonya dijual seharga Rp. 7500. Selain gula jawa, di situ juga tersedia geplak rasa vanili, frambos, dan jeruk.
Dalam perluasan usahanya, Yu Tumpuk juga membuat rempeyek kacang tanah. Peyek ini sangat terkenal karena gurih, renyah, dan mumbul ke atas. "Padahal bentuknya tidak bagus. Saya heran juga kenapa orang-orang sangat menyukai," ujar Cipto di belakang tokonya.
Kedai yang sebentar lagi akan diteruskan oleh sang menantu, Kelik, belakangan ini sudah mulai memperluas usaha dengan menjual bakpia dan beberapa jenis kue basah.
BAKPIA
Siapa tak kenal bakpia Patuk? Bakpia khas Yogya ini bisa ditemui di mana-mana. Mereknya beragam. Mulai dari Bakpia Patuk 75, sampai 25, 55, dan 35. Tak kita sangka, awalnya bakpia cuma ditawari dari rumah ke rumah oleh sang pemilik, Ny. Lie Bok Sing. Saat itu tidak hanya bakpia yang dijual, tetapi karena banyak peminatnya, akhirnya ia mengkhususkan diri pada bakpia.
Karena tanpa bahan pengawet, bakpia Patuk 75 tidak dapat bertahan terlalu lama. Paling-paling hanya sekitar 3 hari saja. "Sebaiknya kalau mau dibawa ke luar kota, diangin-anginkan dulu, jangan panas-panas langsung ditutup dan dibawa pergi," jelas Ny.Wenny, pengawas cabang Bakpia Patuk di jl. H.O.S. Cokroaminoto.
Saat ramai, produksi bakpia bisa mencapai 4 sampai 5 karung tepung terigu. Pembuatannya pun bisa lembur sampai pukul jam 7 malam. Di hari-hari biasa mereka hanya membutuhkan 2 karung tepung saja. Bakpia Patuk 75 hanya menyediakan bakpia isi kumbu/ kacang hijau yang diambil dari Blora.
PASAR BRINGHARJO
Bukan cuma batik yang ada di Pasar Bringharjo. Pasar yang letaknya di Jl. Malioboro ini juga menjual berbagai macam jajanan, makanan kecil, sampai buah tangan untuk yang di rumah. Di sini Anda bisa mencicipi pecel atau urap lezat. Pelengkapnya pun cukup komplet yakni tahu dan tempe bacem atau tempe gembus (tempe yang dibuat dari ampas tahu). Para penjaja pecel ini bisa ditemui di pelataran depan Pasar Bringharjo.
Selain membeli daster atau kain batik sebagai oleh-oleh, kita bisa membelikan teman atau kerabat gula jawa. Jangan salah lo, gula kelapa yang dijual per kilo sekitar Rp. 3000-an ini warnanya kuning keemasan. Ada pula gula aren yang terbuat dari nira pohon aren. Pembuat gula jawa terbaik dan paling terkenal di Yogya adalah dari Wates.
Ada juga penganan yang harus kita coba kalau mampir ke Bringharjo. Ada mendut, yaitu bulatan ketan diwarnai merah dan hijau disiram dengan kuah santan. Kalau mau yang lebih khas, pilih mega mendung, yaitu makanan kecil yang terbuat dari hunkue yang diwarnai biru dan putih. Jadi serupa dengan lapisan langit yang biru. Rasanya, jelas nikmat, deh!
JAJANAN DI KOTA GEDE
Dahulu Kota Gede yang terletak di sebelah selatan Yogyakarta pernah menjadi ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Di daerah ini pun kita tak akan kekurangan makanan lezat. Beberapa di antaranya bisa jadi petunjuk untuk Anda.
KIPO
Makanan ini adalah khas Kotagede. Bentuk dan rasanya mirip kue bugis. Bahan dasarnya memang sama-sama tepung ketan dan unti kelapa. Tetapi kipo menjadi khas karena proses pembuatannya yang berbeda. Kue tidak dikukus seperti bugis, tetapi dibakar di atas wajan tanah liat. Hingga keharumannya jadi khas.
Salah satu penjual kipo adalah Ny. Endah yang meneruskan usaha mertuanya, Ibu Djito almarhum di Jl. Mondorakan No. 27.
YANGKO
Yangko adalah salah satu jenis oleh-oleh yang disukai. Selain rasanya enak, juga tahan lama. Kalau menginginkan yangko yang enak, mampirlah di toko Ngudi Roso Jl. Masjid Besar 1. Di toko inilah, kita bisa memperoleh yangko asli dengan merek Yangko Ibu Darto.
Saat ini yangko tampil dalam berbagai rasa. Ada rasa durian, stroberi, dan frambos. "Itu permintaan pasar, kok," jelas Pak Ketut, putra Ibu Darto, yang kini juga turut memproduksi yangko.
Industri yangko di Kota Gede masih merupakan industri rumah tangga."Saya hanya punya 2 tenaga untuk bisa memproduksi sekitar 300 dos dalam sehari. Bahkan untuk memotong dan mengemas, kita masih pakai tangan, lo," tambah Ketut bangga.
SATE KARANG
Sate karang bisa ditemui di wilayah Kota Gede di malam hari. Disebut Sate Karang karena lokasi penjualannya di Lapangan Karang, Kota Gede. Sate ini dibuat dari daging sapi yang dibumbui saus kacang lalu disajikan bersama lontong dan kuah lodeh. Unik dan lezat.
Di kedai ini tidak disediakan tempat duduk seperti pada umumnya. Para pembali duduk lesehan di atas tikar yang digelar di lapangan. Tentu saja, pantat kita agak terasa basah saat menduduki tikar, tapi begitu mulai menikmati satai dan wedang ronde, badan jadi terasa hangat.
Nah, kalau malam Minggu atau bulan purnama, sebaiknya kita datang sebelum pukul 7 malam. Kalau tidak, kita harus rela antre! "Minimal kita harus menyediakan 30 kilogram daging sapi, kalau pas ramai. Untuk ketupatnya dibutuhkan sekitar 20 kilogram beras," jelas Bpk.Prapto Hartono, penerus dan pemilik Sate Karang.
Jangan salah kira, lo. Sate Karang ini sudah terkenal sejak tahun 1948. Cuma saja saat itu masih dijual berkeliling oleh Pak Karyo Semito, ayah Prapto. Baru mulai tahun 1955, Karyo memutuskan menetap di Lapangan Karang.
JAJAN PASAR
Masih ada jajanan khas lain dari Kota Gede yakni Legomoro. Penganan yang terbuat dari beras ketan dan diisi daging yang dicacah ini sebenarnya serupa dengan lemper yang dibungkus daun pisang dan dikukus. Bedanya dengan lemper, setelah dibungkus daun, masih diikat tali bambu. Soal rasa, tidak jauh dengan lemper.
Ada juga lo, wajik dan sagon ala Kota Gede. Rasanya serupa dengan wajik dan sagon yang sudah kita kenal selama ini dengan penyajian berbeda. Kalau selama ini kita mengenal wajik yang diiris berbentuk kotak-kotak, di Kota Gede, kedua makanan ini dicetak bundar berdiameter 10 cm, dan dialasi daun pisang.
sdp @Rika Eridani,
Dicopy dari www.sedap-sekejap.com oleh Sujiwo.
Posted by imelda ::
3:51 PM ::
0 comments
Post / Read Comments
---------------oOo---------------