BoGaRiA
Monday, May 08, 2006
Jalan-jalan ke Sumenep
Beberapa di antaranya memang mirip dengan hidangan Jawa Timur-an. Tetapi uniknya sentuhan Madura-nya tetap ada hingga kita tidak lagi merasa seperti menyantap makanan Jawa Timur, melainkan penganan Madura. Nah, mari kita mulai dengan Sumenep.
PUSAT JAJANAN Jl. Sludang
Di malam hari, Jl. Sludang merupakan tempat makan yang paling ramai dikunjungi orang. Tak heran, di situ ada 15 penjual makanan. Yang ditawarkan macam-macam, mulai dari nasi goreng, mi goreng, hingga nasi burung dara.
Salah satu penjual yang tampak ramai dikunjungi pelanggan dan bertahan dari tahun 1985 adalah penjual nasi burung dara bernama AREMANIA. Pemiliknya, Sugeng (24). "Awalnya, sih, yang memegang Sumarsih, kakak saya," tutur Sugeng.
Masakan yang ditawarkan di warung ini adalah nasi burung dara goreng, nasi ayam goreng, nasi goreng, dan mi goreng. Satu porsi nasi goreng dan mi goreng Rp 3 ribu. Sedangkan nasi ayam goreng lengkap dengan lalapan dapat Anda peroleh dengan harga Rp 5.500. Untuk masakan andalan, nasi burung dara goreng, lengkap dengan lalapannya sudah bisa Anda peroleh dengan harga Rp 8 ribu.
"Saya sebenarnya asli Malang. Karena itu oleh kakak saya, warung ini dinamakan AREMANIA, sebutan bagi fans AREMA (Arek Malang, Red.)," jelas pria berkulit gelap ini.Karena pelanggannya cukup banyak, Sugeng mempekerjakan 6 orang karyawan. Mereka membantu Sugeng menyiapkan hidangan dari 150 ekor burung dara, 30 ekor ayam kampung, dan 25 kilogram beras.
Aremania sudah bisa dikunjungi sejak pukul 16.00 hingga tengah malam. "Tetapi kalau sedang ramai, pukul 8 malam pun sudah tutup karena habis," ungkap Sugeng.
Di bulan puasa, saat Lebaran, hari raya tupat, atau hari raya besar, jumlah bahan baku yang harus mereka siapkan pasti bertambah. Karena pada saat-saat tersebut dapat dipastikan jumlah pembeli meningkat
WARUNG KALDU BU SADIK
Kaldu masakan khas Sumenep yang banyak penggemarnya. Sebetulnya, tak lain dan tak bukan adalah sup kental kacang hijau. Sup ini bisa disantap bersama potongan kikil atau singkong kukus. Bentuknya kental seperti bubur sumsum, tetapi tentu saja warnanya gelap karena terbuat dari kacang hijau yang dimasak hingga betul-betul hancur.
"Saya sudah jualan kaldu sejak masih anak-anak, waktu Zaman Belanda" kata Ny. Sadik, salah satu penjual kaldu. Mungkin karena sudah begitu pengalaman, kaldu buatan Sadik selalu laris manis. "Makanya, setiap hari saya harus menyediakan 9 kilogram kacang hijau," tambah Sadik yang membuka warung dari pukul 10.00 hingga pukul 21.00 ini.
Dengan menyiapkan uang Rp 2 ribu saja, Anda sudah mendapatkan satu piring penuh kaldu. Tentu tanpa penambahan kikil. "Kalau pakai kikil, harganya Rp 8 ribu."
Selain bersama kikil, sup kental kacang hijau ini sering disantap dengan potongan singkong rebus. Konon, rasa gurih yang amat menonjol jadi agak netral bila dimakan dengan singkong rebus.
DEPOT NIKMAT SATE GULE
Pergi ke Sumenep, pasti Anda akan mencari sate. Desa Bluto. Desa ini dikenal sebagai daerah pembuat sate yang terkenal kelezatannya. Sate khas desa ini juga bisa diperoleh di Sumenep, antara lain di Depot Nikmat Sate Gule. Pemiliknya Ny. Dalliludin (50).
"Warung ini sudah tua. Saya saja dapat dari ibu saya, Ibu Asep," ujar Dalliludin. Anda bisa memilih berbagai macam sate di sini yaitu sate kambing, sate ayam, sate sapi, dan sate ati. Selain itu juga ada gule kambing. Gule kambing yang ditawarkan dalam potongan besar lengkap dengan tulangnya. Jadi, satu mangkuk berisi satu potongan besar kambing.
Semua jenis sate dijual dengan harga yang sama, Rp 7.500 untuk tiap 10 tusuk. Harga yang ditawarkan pun cukup murah, Rp 8.500 untuk 10 tusuk sate plus sepiring nasi putih penuh menggunung. Sedang gule kambing dapat Anda peroleh dengan uang sebesar Rp 2 ribu.
Anda dapat mengunjungi depot ini mulai pukul 08.00 hingga pukul 22.00. Terdapat 7 orang karyawan yang akan siap melayani pesanan Anda. Kalau ingin mendapat pelayanan yang cepat, hindari berkunjung pada jam sibuk, antara pukul 10.00 hingga 12.00, Maklumlah kapasitas depot hanya 50 orang.
Karena banyaknya pembeli, dalam satu harinya Dalliludin, harus menyiapkan 3 ekor kambing, 6 kilogram daging sapi, 3 kilogram daging ayam, satu kilogram hati sapi, satu kilogram hati kambing, dan 8 kilogram beras.
"Sabtu, Minggu, dan Selasa harus lebih banyak lagi, Tiga hari itu selalu ramai di sini. Terutama Selasa. Selasa, kan, ada pasar selasaan," imbuhnya.
RUMAH MAKAN KARTINI
Di Sumenep, Rumah Makan Kartini cukup terkenal. Terutama karena hanya di rumah makan yang terletak di Jl. Diponegoro ini, Anda dapat menjumpai cake. Sebenarnya cake cuma tumisan ayam yang dicampur dengan lidah lalu dibubuhi sedikit sayuran. Warnanya merah. Sayuran yang digunakan, bunga kol, kol, dan wortel yang diiris sangat kecil, Tumisan ini kemudian disajikan dengan taburan keripik kentang.
Rumah makan yang didirikan Ny. Hj. Kartini (76) sejak tahun 1938 ini kini dikelola Ny. Hj. Erni (64). Selain menjual cake, juga tersedia nasi sop, nasi goreng, nasi rawon, nasi campur, dan sop buntut. Rata-rata tiap masakan dijual Rp 6.500 per porsi.
Rumah Makan ini mulai buka pukul 09.00 dan tutup pukul 21.00. Dengan jumlah karyawan sebanyak 6 orang, Anda tidak perlu khawatir akan menunggu lama untuk memperoleh pesanan. Tak banyak yang datang ke kedai ini kecuali setiap tanggal muda. Saat itu rumah makan ini, terlihat ramai. Untuk mengatasi sepinya pembeli, mereka juga memenuhi pesanan makanan dan kue untuk pesta.
Kue yang dijual antara lain, kue lumpur dan black forest. Tiap hari pasti ada saja pesanan kue yang datang hingga mencapai 500 kue. Untuk memenuhi pesanan kue tersebut, Erni dibantu oleh 6 orang karyawan. Jadi, kegiatan ini tidak mengganggu rumah makan karena memiliki tempat yang terpisah dan karyawan yang berbeda.
Selain masakan dan kue, mereka juga menyediakan berbagai oleh-oleh khas Madura. Seperti petis madura, rengginang, lorju goreng, emping dari umbi rumput teki, kacang mede goreng, keripik singkong, hingga marning.
SOTO
RUJAK CINGUR SUMENEP
Tak cuma Surabaya yang punya rujak cingur. Sumenep pun punya hidangan ini. Keduanya sedikit berbeda, terutama dari warnanya. Buatan Surabaya bumbunya berwarna hitam karena petis yang digunakan petis udang dan hitam warnanya. Rujak cingur Sumenep lebih cokelat karena petis madura dibuat dari ikan pindang. Warna petisnya pun kecokelatan. Rasanya pun lain. Jika rujak cingur Surabaya terasa manis, maka rujak cingur Sumenep terasa lebih asin.
Kacang dan pisang batu yang digunakan pun jauh lebih banyak. Bedanya lagi, rujak Sumenep tidak menggunakan asam jawa. Sebagai gantinya, mereka menggunakan cuka. Ternyata tak hanya bumbunya yang beda, isi rujak pun berbeda. Jika di Surabaya, isi rujak terdiri dari sayuran dan buah yang banyak jenisnya. Di Sumenep sayurannya hanya kacang panjang dan taoge. Sedangkan buahnya hanya ketimun dan kedondong.
Uniknya pula rujak Sumenep tidak menggunakan lontong, tetapi ketela pohon yang dikukus. Sebagai pengganti kerupuk ditambahkan keripik singkong.
Seperti juga soto, di Sumenep juga banyak warung yang menjual rujak cingur karena memang sebagian besar penjual soto juga menjual rujak cingur.
Warung rujak yang cukup terkenal adalah warung rujak Nya' Pin. Warung yang terletak di Jl. Letnan Ramli ini tidak tampak seperti warung. Anda harus rajin bertanya ke sana-sini untuk mengetahui letak warung ini. Karena tanpa papan merek dan terletak di samping rumah. Dari depan hanya tampak pintu kecil. Tetapi warga Sumenep cukup mengenal warung yang mulai berjualan sejak tahun 1955 itu.
Sebutan Nya' Pin pun diambil dari nama pemiliknya, Ny. Harpini (71). Nenek dengan 4 buyut ini, memilih menjadi penjual rujak karena sulit mencari kerja pada orang lain. Warung yang buka mulai pukul 08.00 ini tutup pada pukul 21.00.
"Tapi, kadang kalau sudah capek dan pengunjung sudah tidak ada, saya tutup lebih awal," papar wanita yang tampak masih gagah ini.
Seperti juga soto, harga satu piring rujak hanya Rp 3 ribu per porsinya. Dijamin, rasa rujak cingur ini tidak kalah enak dibandingkan dengan rujak cingur Surabaya yang sudah terkenal itu. Makanya pelanggan Nya' Pin pun juga ada yang berasal dari Lampung dan kota-kota besar di Pulau Jawa.
WARUNG IPNO
Warung ini terkenal dengan sebutan warung IPNO. IPNO sendiri sebenarnya merupakan singkatan dari Iwak Pindang Sekol Tono (ikan pindang, srundeng bakar, Red.). Warung yang terletak di Jl. Raya Manding, Desa Kebunan ini, merupakan warung favorit bagi kebanyakan warga Sumenep, termasuk para pejabat Pemda Sumenep. Warung yang sudah berdiri selama 36 tahun tersebut, didirikan oleh Ny. Safiah (63), dan sekarang dilanjutkan oleh Ny. Indriani (30), anaknya.
Warung mulai buka pada pukul 08.00 hingga pukul 19.00 ini, akan mencapai puncak ramainya, pada pukul 10.00 hingga pukul 14.00. Apalagi di bulan-bulan musim panen tembakau tiba, yaitu bulan 8 hingga 10. Saat itu, warung akan buka hingga pukul 21.00. Bahkan pengunjung pun tidak hanya ramai di jam-jam khusus, tetapi sepanjang hari.
Saat jam ramai, pengunjung bahkan rela antre dan menunggu sampai dapat duduk. Karena kapasitas warung hanya 30 orang saja. Menu yang disajikan cukup banyak, mulai nasi putih, sayur lodeh, srundeng bakar, ikan laut, udang, telur, dan tahu, lengkap dengan sambalnya. Semua masakan disajikan di meja pembeli dalam piring-piring kecil.
Tetapi Anda juga dapat memesan nasi yang sudah dilengkapi lauk. Nasi yang ini sudah dapat Anda peroleh dengan membayar Rp 3.500 saja. Isinya, sayur lodeh, serundeng, ikan, dan telur. Kalau masih ingin tambah lauk, Anda tinggal membayar Rp 1.500 untuk satu potong lauk.
Srundeng bakar merupakan menu istimewa warung ini. Uniknya, kelapa dibakar bersama batok kelapanya. Setelah kelapa terkelupas dari batok, baru diparut dan diberi bumbu. Setelah itu kelapa tidak perlu disangrai lagi karena sudah matang akibat dibakar tadi. Rasanya sangat khas akibat bau asap yang ditimbulkan dari proses pembakaran.
"Srundeng dan masakan di sini sangat enak. Walaupun mungkin di tempat lain ada, tidak ada yang seenak ini. Berbeda banget deh, rasanya," ujar Maman (27) salah satu pelanggan setia warung ini.
Konon yang membuat lauk-lauk di warung ini sangat lezat adalah teknik menggoreng lauk. Sayangnya Indriani tidak bersedia memaparkan tekniknya.
Dalam satu hari Indriani memasak 1 kwintal beras, 500 butir telur ayam, 4 kaleng besar (kaleng untuk minyak tanah) tahu, 25 tongkol ukuran besar, dan 100 ekor ikan pindang. Sedangkan kelapa mencapai angka seratus.
KERIPIK SINGKONG BARU MUNCUL
Keripik singkong, merupakan salah satu oleh-oleh khas dari Sumenep. Penghasil keripik singkong yang terkenal adalah daerah Manding. Salah satunya adalah keripik singkong Baru Muncul. Menurut Hj. Hosnani (38), usahanya dimulai sejak tahun 1990. "Tapi, saat itu saya mulai dari berjualan dalam bentuk rentengan," kenangnya.
Maksudnya kripik dibungkus dalam kantung plastik yang tiap bungkusnya disambung dengan bungkus lainnya, terus memanjang.
Maksudnya kripik dibungkus dalam kantung plastik yang tiap bungkusnya disambung dengan bungkus lainnya, terus memanjang.
Kesulitan memperoleh singkong sebagai bahan baku, membuat produksi Hasnani berkurang. Jika dahulu bisa membuat keripik dari 2 ton singkong, saat ini hanya 7 kwintal. "Singkongnya tidak ada, terpaksa produksi dikurangi. Pengiriman keripik jadi tidak bisa tiap hari, paling-paling seminggu tiga kali," keluh wanita dengan satu cucu ini.
Saat ini, usaha yang dilakukan tinggal menggoreng keripik. Bahan baku berupa singkong, berasal dari Desa Beringin, sudah datang dalam bentuk irisan. Penggorengan dilakukan di atas kayu bakar. "Inilah yang membuat keripik saya renyah," kata Hanani bangga.
Untuk pembungkusan Hasnani meminta bantuan para tetangga. Ada 10 orang tetangganya yang membantu membungkus. Mereka dibayar Rp 125 tiap 30 bungkus. Dari 10 tenaga tersebut, satu hari bisa diperoleh 700 bungkus keripik singkong.
Keripik singkong tersebut, dibedakan menjadi dua, rasa, asin gurih dan rasa pedas manis. "Orang lebih suka rasa asin ketimbang yang pedas manis," kata wanita berambut panjang ini.
Ukurannya pun dibagi dua. Ukuran besar dengan harga Rp 1.000 dan ukuran kecil dengan harga Rp 200. Mengenai pemasaran, Hosnani dan H. M. Ibrahim, suaminya, lebih mempercayakan pada distributornya di daerah Sepanjang, Surabaya. "Kita selalu kontinyu mengirimkan keripik singkong ke sana. Mereka lah nantinya yang mengirimkannya ke toko-toko," papar Hosnani.
Sulitnya bahan baku singkong, tidak membuat Hasnani putus asa. Bersama Ibrahim, mereka mencoba membuat marning jagung yang pedas manis. Tampaknya tawarannya pun disambut "hangat" masyarakat .
WARUNG APEN DESA BANGKAL
Satu lagi makanan khas Sumenep yang dapat dijumpai di warung-warung. Apen merupakan makanan seperti apem atau serabi. Dibuat dari tepung beras dan disajikan dengan kuah gula siwalan yang sudah dicampur dengan sedikit santan.
Salah satu warung Apen yang terkenal adalah warung apen Desa Bangkal milik Moesarrap (67). Warung ini sudah berdiri sebelum tahun 1935. Pada awalnya, pemiliknya Mbah Nurdi, kemudian diteruskan oleh Sahriyah. Baru pada tahun 2001 dikelola oleh Moesarrap. Biasanya, Apen disajikan saat pagi hari, karena itu, jam buka warung ini sejak subuh hingga pukul 10.00. Tetapi, untuk hari Minggu, biasanya warung sudah tutup pada pukul 07.00.
"Soalnya, banyak anak-anak muda yang jalan-jalan pagi dan mampir beli apen," jelas Moesarrap. Tiap hari Moesarrap biasa menyediakan Apen yang dibuatnya dari 10 kilogram beras. Untuk membuat apen diperlukan waktu 12 jam, mulai dari mencuci beras hingga menggoreng apen.
"Mencuci beras harus sampai benar-benar bersih, sampai tidak ada sekamnya sama sekali. Baru kemudian direndam." papar pensiunan pegawai negeri ini.
Moesarrap memang membuat tepung beras sendiri, tidak membeli yang siap pakai. "Inilah yang membuat apen terasa enak. Selain itu bahan penggorengan juga harus dari besi," katanya membuka rahasia.
Karena tidak menemukan penggorengan yang pas, Moesarrap menggunakan penggorengan kuno dari besi. "Tetapi ukurannya besar sekali. Supaya kecil, saya potong-potong hingga pas untuk membuat satu buah apen."
Harga satu porsi apen Rp 1.500 untuk apen yang tidak menggunakan telur dan Rp 2 ribu untuk apen yang menggunakan telur. Satu porsi apen terdiri dari 4 buah, kemudian diguyur saus dari gula siwalan.
Jika belum puas dengan 4 apen tersebut, Anda cukup mengeluarkan uang tambahan sebesar Rp 250 untuk satu apen tanpa telur dan Rp 300 untuk satu apen yang dibuat dengan telur.
Meta Kusumawati
FOTO-FOTO: -
Posted by imelda ::
11:11 PM ::
0 comments
Post / Read Comments
---------------oOo---------------